Sudah berapa pencipta konten yang dibuat sejahtera oleh bahasa Pekalongan? Pengaruh, jangkauan, waktu dan perhatian lalu kepercayaan yang mampu mereka rengkuh? Belum lagi pundi-pundi yang mengisi dompet atas nama endorsement, kerja sama atau placement iklan?
Hari ini kita menyaksikan lahirnya satu generasi pencipta konten yang menghidupkan kembali penggunaan bahasa lokal. Hebatnya masing-masing memiliki basis pengintil yang kuat. Sebut saja @someabout.remu dengan Siho dan Gloyor. Umam dan Aldy mengusung @duologhok. Kolaborasi dengan @ci_sandraa mengingatkan kerja sama Nopek bareng Livia Renata di layar nasional. Dialek selatan Pekalongan menjadi ciri @siskaelisabet_ mbak Encis yang etes. Lalu komika, cucu juragan kerbau di Bogor, @arzaqiabil_
Kesamaan mereka, kecuali Someabout
remu adalah template kata-kata yang sama dari setiap paket tayangan yang mereka buat. “ Ora usah kakehan fafifu, was wes wos, urusane jell!”
Masih segar dalam ingatan kolaborasi Iyeng Setyawati Santoso dengan almarhum Asikin Entang Sukatma Saputra berhasil menyusun kamus bahasa Pekalongan. Koran Suara Merdeka memberikan kesempatan Iyeng menulis rubrik warung megono dengan boso Pekalongan yang kental. Setidaknya dua kumpulan tulisan dosen fakultas hukum universitas 17 Agustus Semarang berhasil ia terbitkan. Strategi paling canggih dari penyelundupan kosa kata Pekalongan itu bisa kita baca dari buku Tafsir Al Qur’an : Ayat-Ayat Sosial Politik, besutan Syu’bah Asa. Bagaimana kata ‘cithak’ disejajarkan dengan arti sibghotullah. Celupan atau bentukan Allah Ta’ala.
Bagaimana nasib boso Pekalongan ke depan?
Semoga semakin banyak pihak yang menceburkan diri menghidup-hidupkan boso Pekalongan.
Lhesske